Wednesday, January 01, 2014
0

taufik ismail

Dengan rasa rindu kukenang pemilihan umum setengah
abad yang lewat

Dengan rasa kangen pemilihan umum pertama itu
kucatat

Peristiwa itu berlangsung tepatnya di tahun lima
puluh lima

Ketika itu sebagai bangsa kita baru sepuluh tahun
merdeka

Itulah pemilihan umum yang paling indah dalam
sejarah bangsa

Pemilihan umum pertama, yang sangat bersih dalam
sejarah kita

Waktu itu tak dikenal singkatan jurdil, istilah
jujur dan adil

Jujur dan adil tak diucapkan, jujur dan adil cuma
dilaksanakan

Waktu itu tak dikenal istilah pesta demokrasi

Pesta demokrasi tak dilisankan, pesta demokrasi cuma
dilangsungkan

Pesta yang bermakna kegembiraan bersama

Demokrasi yang berarti menghargai pendapat berbeda


Pada waktu itu tak ada huru-hara yang menegangkan

Pada waktu itu tidak ada setetes pun darah
ditumpahkan

Pada waktu itu tidak ada satu nyawa melayang

Pada waktu itu tidak sebuah mobil pun digulingkan
lalu dibakar

Pada waktu itu tidak sebuah pun bangunan disulut api
berkobar

Pada waktu itu tidak ada suap-menyuap, tak terdengar
sogok-sogokan

Pada waktu itu dalam penghitungan suara, tak ada
kecurangan


Itulah masa, ketika Indonesia dihormati dunia

Sebagai pribadi, wajah kita simpatik berhias
senyuman

Sebagai bangsa, kita dikenal santun dan sopan

Sebagai massa kita jauh dari kebringasan, jauh dari
keganasan


Tapi enam belas tahun kemudian, dalam 7 pemilu
berturutan

Untuk sejumlah kursi, 50 kali 50 sentimeter persegi
dalam ukuran

Rakyat dihasut untuk berteriak, bendera partai
mereka kibarkan

Rasa bersaing yang sehat berubah jadi rasa dendam
dikobarkan

Kemudian diacungkan tinju, naiklah darah, lalu
berkelahi dan
berbunuhan

Anak bangsa tewas ratusan, mobil dan bangunan
dibakar puluhan


Anak bangsa muda-muda usia, satu-satu ketemu di
jalan, mereka sopan-
sopan

Tapi bila mereka sudah puluhan apalagi ratusan di
lapangan

Pawai keliling kota, berdiri di atap kendaraan,
melanggar semua aturan

Di kepala terikat bandana, kaus oblong disablon, di
tangan bendera
berkibaran

Meneriak-neriakkan tanda seru dalam sepuluh kalimat
semboyan dan
slogan

Berubah mereka jadi beringas dan siap mengamuk,
melakukan kekerasan

Batu berlayangan, api disulutkan, pentungan
diayunkan

Dalam huru-hara yang malahan mungkin, pesanan



Antara rasa rindu dan malu puisi ini kutuliskan

Rindu pada pemilu yang bersih dan indah, pernah
kurasakan

Malu pada diri sendiri, tak mampu merubah perilaku

Bangsaku.

2004

0 komentar:

Post a Comment

Udah baca artikel nya? Gimana pendapat kalian? Ayo comment selama masih gratis haha. Jangan jadi silent reader bro :)