Oleh :salman rusdi
Perkembangan ekonomi Islam dalam tiga
dasawarsa belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik
dalam bentuk kajian akademis di perguruan tinggi maupun secara praktik
operasional. Perhatian para ilmuwan kepada ekonomi Islam mulai
berlangsung sejak tahun 1960-an, antara lain
dikembangkan oleh, Dr.Kursyid Ahmad, Dr.M.N.Shiddiqy, dan Dr.M.A.Mannan,
Dr.M.Umer Chapra, dll. Buah dari kajian mereka itulah yang menghantar
pendirian IDB (Islamic Development) pada tahun 1975 di Jedah dan
diselenggarakannya Konferensi Ekonomi Islam Internasional Pertama tahun
1976 di Jeddah. Konferensi Pertama ini dijadikan sebagai momentum awal
kelahiran ilmu ekonomi Islam modern.
Sejak tahun 1970-an tersebut kajian
ilmiah dan riset tentang ekonomi Islam yang bersifat empiris terus
dilakukan dan disosialisasikan ke berbagai negara, sehingga gerakan
akademis ekonomi Islam makin berkembang. Sejak tahun 1990-an, studi
ekonomi Islam telah dikembangkan di berbagai universitas, baik di
negeri-negeri Muslim (khususnya Asia dan Afrika) maupun di negara-negara
Barat, seperti di Eropa, Amerika Serikat dan Australia. Di Inggris
terdapat beberapa universitas yang telah mengembangkan kajian ekonomi
Islam (Islamic economics), seperti University of Durham,
University of Portsmouth, Markfield Institute of Higher Education,
University of Wales Lampeter, dan Loughborough University. Di Amerika
Serikat, sebuah universitas paling terkemuka di dunia, yaitu Harvard
University, sangat aktif melakukan kajian ekonomi Islam. Para pakar
ekonomi Islam di sana mengadakan Harvard Forum yang setiap tahun
menggelar seminar dan workshop ekonomi Islam. Di Australia, University
of Wolongong juga melakukan hal yang sama. Di Malaysia, kajian akademis
ekonomi Islam di Perguruan Tinggi telah dimulai sejak tahun 1983.
Di Indonesia, kajian akademis ekonomi
Islam di Perguruan Tinggi, baru marak sejak tahun 2000an. IAIN Sumatera
Utara merupakan Perguruan Tinggi paling awal dalam mengembangkan kajian
ekonomi Islam di Indonesia, yaitu dengan berdirinya Forum Kajian
Ekonomi dan Bank Islam (FKEBI) pada tahun 1990. FKEBI dengan demikian,
lahir sebelum berdirinya Bank Muamalat Indonesia di Jakarta tahun 1992.
Tampilnya IAIN Sumatera Utara sebagai pelopor pertama gerakan akademis
ekonomi Islam, dikarenakan pengaruh kuat negara jiran Malaysia yang
telah tujuh tahun mengembangkan kajian ekonomi Islam di negaranya.
Awalnya, beberapa intelektual asal
Medan bernama Dr. Muhammad Yasir Nasution (Fakultas Syari’ah IAIN-SU)
dan Dr. Asraruddin, ZA diundang oleh Malaysia untuk mengikuti Konferensi
Internasional Ekonomi Islam ke 3 di Kuala Lumpur pada tahun 1990. Dalam
membangun FKEBI, Prof.Dr. M.Yasir ditemani Prof.Bahauddin Darus dan
Prof.Subroto, dari Fakulktas Ekonomi USU dan beberapa teman yang lain,
seperti Dr.Amiur Nuruddin,MA, serta Syofyan Syafri Harahap. Setelah
kepulangannya dari Malaysia tersebut, terjadi perubahan besar dalam diri
M.Yasir Nasution. Keraguan yang selama ini menyelimuti pemikirannya
tentang ekonomi Islam, berubah secara drastis menjadi haqqul yakin
dan bersemangat untuk mengembangkan kajian ekonomi Islam di Indonesia,
khususnya di Sumatera Utara. Sejak itu, kegiatan simposium, seminar dan
training-training ekonomi dan bank syari’ah sering digelar di Sumut, di
antaranya bekerjasama dengan IIUM Malaysia tahun 1993 dan buahnya pada
tahun 1995-1996 berdirilah 5 bank syariah di Sumatera Utara dalam
bentuk BPRS. Atas peran penting tersebut maka tidak aneh jika
Prof.Dr.M.Yasir Nasution (Rektor IAIN-SU) berhasil mendapat Syari’ah
Award 2005 di Jakarta baru-baru ini.
Pada tahun 1996 itu juga masuk-lah
PINBUK yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah atau BMT
(Baitul Mal wat Tamwil) atas upaya dan prakarsa Prof.Dr. M. Yacub M.Ed
dari IKIP Medan (Unimed sekarang). Atas perannya bersama Kasim Siyo, dan
Agustianto (penulis sendiri), dan teman-teman lain, BMT berkembang
hampir di seluruh Sumatera Utara, mencapai 156 BMT di tahun 1997.
Namun sangat disayangkan, selama lebih
sepuluh tahun, (sejak tahun 1990-2004), IAIN-SU berleha-leha dalam
melahirkan pakar dalam bidang ekonomi Islam. Artinya, IAIN-SU tidak
segera menyekolahkan dosennya untuk mendalami ekonomi Islam baik S2,
maupun S3. Sehingga dalam perkembangan selanjutnya, akhirnya FKEBI dan
IAIN-SU sangat terlambat dari berbagai Perguruan Tinggi lain di
Indonesia, karena tidak memiliki pakar (Doktor) di bidang ekonomi Islam.
Berbeda dengan IAIN-SU, Universitas
Islam Yogyakarta, secara cerdas menyekolahkan dosen-dosennya S2 dan S3
untuk mendalami ekonomi Islam, baik di Malaysia, Inggris, maupun
Australia. Demikian pula Universitas Brawijaya Malang, menyekolahkan
dosennya Iwan Triyuwono untuk mendalami akuntansi Islam di Australia.
Beberapa Universitas lainnya juga sibuk menyekolahkan dosennya untuk
mendalami ekonomi Islam di berbagai negara.
Sejalan dengan maraknya perkembangan
perbankan syari’ah dan lembaga-lembaga keuangan syari’ah lainnya, maka
tumbuh dan berkembang pulalah secara massif program pendidikan ekonomi
Islam di Indonesia, sebagai respon terhadap maraknya lembaga –lembaga
keuangan syari’ah. Dalam masa lima tahun (2000-2005) perkembangan
perbankan dan asuransi syari’ah tumbuh secara fantastis. Kini (Desember
2005) perbankan syari’ah telah berjumlah 19 buah dengan jaringan kantor
sebanyak 514 buah. Sementara asuransi syariah yang selama ini diperankan
asuransi Takaful secara tunggal, kini telah lahir 26 asuransi syari’ah.
Dalam waktu dekat, akan bertambah 5 asuransi syariah lagi sehingga
berjumlah 31 asuransi syari’ah. Selain itu juga telah berkembang pula
pasar modal syari’ah ( reksadana syariah dan obligasi syari’ah),
pegadaian syari’ah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT), koperasi syari’ah,
lembaga zakat, waqaf dsb.
Kajian Akademis Ekonomi Islam di
Indonesia telah berkembang pesat di Universitas paling terkemuka di
Indonesia, yaitu Universitas Indonesia melalui Program Pascasarjananya
PSTTI. Sejak tahun 2000 sampai sekarang, telah dibuka delapan
konsentrasi ekonomi Islam di Universitas Indonesia untuk Program S2
(Magister), ada konsentrasi perbankan syari’ah, asuransi syari’ah,
Akuntansi Syari’ah, Manajemen Syari’ah, Manajemen Resiko, Zakat dan
Waqaf, Ekonomi Pembangunan Islami, dan sebagainya. Tahun depan
Universitas Indonesia, akan membuka Program Doktor Ekonomi Islam.
Selain Universitas Indonesia, Perguruan
Tinggi yang membuka Program Studi dan jurusan ekonomi Islam adalah
Universitas Trisakti, baik program S2 maupun S3 dengan mendatangkan
dosen-dosen dari luar negeri. Karena kepedulian kepada ekonomi syari’ah
tersebut, maka Thobi Muties (Rektor Trisakti) yang non Muslim mendapat
syari’ah Award 2004). Demikian pula Universitas Airlangga Surabaya
melalui peran Prof. Dr. Suroso Imam Djazuli, sejak akhir tahun 1990an,
mereka telah koncern mengembangkan kajian ekonomi Islam melalui Program
pascasarjana (S2). Alhamdulillah kini (2005) mereka telah membuka
Program Studi Ekonomi Islam. Dr. Mustafa Edwin Nasution (Ketua IAEI)
diundang untuk memberikan Orasi Ilmiah pada pembukaan program tersebut.
Sementara itu Universitas Islam
Yogyakarta, sejak awal juga sangat konsern pada kajian ekonomi Islam,
baik S1, S2 maupun S3. Kini Universitas Gajah Mada juga membuka
Konsentrasi Ekonomi Islam untuk Program Pascasarjana (S2). Universitas
Brawijaya Malang, IPB Bogor, dan UMI Makasar juga dikenal sangat peduli
dan concern pada kajian Ekonomi Islam ditambah beberapa Universitas
Muhammadiyah, baik di Malang, Yogyakarta, dan Solo
Dari fenomena kajian akademis tersebut,
telihat bahwa Perguruan Tinggi Umum, justru lebih peduli dan bersemangat
mengembangkan kajian ekonomi Islam dibanding Perguruan Tinggi Islam
seperti Universitas Islam Jakarta dan IAIN lainnya, kecuali IAIN-SU.
IAIN-SU sejak tahun 1997 telah membuka
Program D3 Manajemen Bank Syari’ah, sebagai Program Diploma Ekonomi
Syariah pertama di Indonesia yang membuka jurusan bank syari’ah.
Selanjutnya disusul IAIN Imam Bonjol Padang, IAIN Jakarta, IAIN
Pekanbaru dan STAIN Cirebon. UIN Jakarta membuka jurusan bank syari’ah
dan asuransi syari’ah tahun 2002, Sedangkan IAIN Padang pada tahun
2000, setelah mereka studi banding ke Program D3 Bank Syari’ah
IAIN-Sumatera Utara.
Di Pulau Jawa, Konsentarsi ekonomi
syari’ah telah dilangsungkan sejak tahun 1997/1998 oleh STIS (Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Syariah) Yogyakarta, yang dikembangkan Dr. Muhammad.
Tazkia Insitute oleh Muhammad Syafii Antonio malah berdiri setelah
setahun Program D3 Bank Syariah IAIN-SU. Demikian pula SEBI (Syari’ah Economics and Banking Institute) di Jakarta, juga berdiri hampir bersamaan dengan Tazkia Institute.
Di awal tahun 2000an, (khususnya sejak
tahun 2001/2002) barulah Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia,
tersentak dan bangkit untuk membuka konsentrasi ekonomi Islam,
khususnya Program Pascasarjana (S2), seperti UIN Jakarta, IAIN Sumatera
Utara (S2), IAIN Bandung, IAIN Pekanbaru, dan IAIN-IAIN lainnya. Yang
perlu dicatat, adalah bahwa kelahiran Konsentrasi Ekonomi Islam di S2,
justru lebih dahulu lahir dari Program S1. Hal ini disebabkan karena
izin membuka Jurusan atau Prodi Ekonomi Islam di S1 lebih sulit daripada
Konsentrasi Ekonomi Islam di S2. Pembukaan Konsentrasi Ekonomi Islamdi
S2 , tidak membutuhkan izin dari Bimbaga Islam Depag di Jakarta, karena
diberi kebebasan kepada program pascasarjana masing-masing untuk membuka
konsentrasi tertentu. Kini pembukaan konsentrasi ekonomi Islam tumbuh
pesat, seperti DIII STIAMI Jakarta, S2 Untuk Magister Manajemen di
Universitas Paramadina, UMJ, Univ Al-Azhar, Univ Asy-Syafi’iyah, dll.
Di tengah maraknya Perguruan Tinggi Umum
mengembangkan kajian ekonomi Islam baik dalam bentuk konsentrasi,
Program Studi, Jurusan atau tawaran mata kuliah pilihan seperti
Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Unair Surabaya,
Universitas Trisakti Jakarta, UII Yogyakarta, Unibraw Malang, Unpad
Bandung, namun di Sumut Perguruan Tinggi Umum dan Islam (kecuali
IAIN-SU), terkesan masih diam dan seolah tak peduli dengan perkembangan
ekonomi syariah tersebut, sebut saja UMSU, UMN Alwashliyah, UNIMED, USU,
Universitas Pancabudi, Darmawangsa, dll. Seharusnya merekalah yang
peduli dan koncern kepada ekonomi Islam, sebagaimana yang terjadi di
luar negeri atau di Pulau Jawa.
Kurangnya respons kepada ekonomi Islam
di Perguruan Tinggi tersebut dikarenakan tidak adanya dosen/pakar
ekonomi Islam dan merekapun tidak berupaya untuk mewujudkannya melalui
program pendidikan dosen (S2-S3) ekonomi Islam sebagaimana UII
Yogyakarta dan Universitas lainnya. Mereka juga kurang serius mendalami
(jangan-jangan tidak membaca) ribuan tulisan ilmiah tentang ekonomi
Islam dalam bentuk jurnal, hasil penelitian, hasil simposium,
konferensi, hasil seminar, maupun buku-buku ekonomi Islam. Padahal
menurut Dr.Javed Ahmad Khan dalam buku Islamic Economics and Finance : A Bibliografi, (2002), telah terbit 1621 karya ilmiah ekonomi Islam yang berisi kajian empiris tentang ekonomi Islam.
0 komentar:
Post a Comment
Udah baca artikel nya? Gimana pendapat kalian? Ayo comment selama masih gratis haha. Jangan jadi silent reader bro :)