Ekonomi konvensional di bawah
dominasi kapitalisme saat ini sedang
menghadapi masa krisis dan re-evaluasi. Sebagaiman disebut sebelumnya, kapitalisme
menghadapi serangan kritikan dari
berbagai penjuru. Mulai dari Karl Max sampai pada era tahun 1940-an,1950-an, 1960an, bahkan di awal
abad 21 kritikan tersebut semakin tajam dan meluas. seperti Joseph Schumpeter, Daniel Bell, Irving Kristol, Gunnar Myrdal, Paul Omerod,
Umar Ibrahim Vadillo, Critovan Buarque, sampai kepada Joseph Stigliz.
Banyak indikasi kegagalan kapitalisme
tersebut, anatara lain. pertama, Ekonomi konvensional yang berlandaskan
pada sistem ribawi, ternyata semakin menciptakan ketimpangan pendapatan yang
hebat dan ketidak-adilan ekonomi. Kedua, Ekonomi kapitalisme tersebut
juga telah menciptakan krisis moneter dan ekonomi di banyak negara. Di bawah
sistem kapitalisme, krisis demi krisi terjadi terus menerus, sejak tahun 1923,
1930, 1940, 1970, 1980, 1990, 1997 bahkan sampai sekarang. Banyak negara senantiasa terancam krisis
susulan di masa depan jika sistem kapitalisme terus dipertahankan.
Ketiga, Ekonomi kapitalisme banyak
memiliki kekeliruan dan kesalahan dalam sejumlah premisnya, terutama
rasionalitas ekonomi yang telah mengabaikan moral dimensi moral.
Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan pendapatan tersebut
dari tahun ke tahun semakin menganga dan melebar. Hal itu terlihat dari data
World Bank tahun 2004. Pada tahun 1965, sebesar 20% orang terkaya menguasai
69,5 pendapatan dunia. Pada tahun 1970
menjadi 70 %. Pada tahun 1980 ketimpangan makin tajam di mana 20 % orang
terkaya tersebut mendominasi 75,4 %
pendapatan dunia, dan pada tahun 1990 ketimpangan pendapatan semakin tajam
lagi, yaitu 83,4 %.
Sementara itu, 20 % orang
termiskin pada tahun 1965 menguasai 2,3 % income dunia. Selanjutnya di tahun
1970, terjadi penurunan, mereka mengusai 2,2 %. Pada tahun 1980 terus terjadi
penurunan, mereka hanya mengusai 1,7 % dari total income dunia. Kesenjangan
semakin terjadi di tahun 1990, mereka hanya mengusai 1,4 % .Dan diprediksikan
pada tahun 2000-2005, mereka hanya bisa menguasai 1 % saja.
Data ini menunjukkan bahwa
ketimpangan pendapatan di dunia di bawah sistem ekonomi kapitalisme semakin
tajam dari waktu ke waktu dan tidak ada tanda-tanda ke arah pendapatan yang
adil (distributive justice). Artinya kekayaan semakin menumpuk di tangan
segelintir kapitalis yang menerapkan riba dalam perekomiannya dan mengaibaikan
nilai-nilai keadilan dalam distribusi income.
Ketimpangan pendapatan di bawah
ekonomi kapitalisme juga terlihat pada data IRTI IDB (2004), bahwa 15 persen
penduduk dunia hidup dengan pendapatan per kapita per hari sebesar 70-80 dolar
AS. Pada umumnya mereka hidup di negara-negara Barat. Sementara sisanya, yaitu
sekitar 85 persen, harus terpaksa hidup dengan pendapatan per kapita per hari
di bawah 5 dolar AS. Kebanyakan di antara mereka tinggal di wilayah
negara-negara berkembang yang mayoritas muslim.
Jika sistem tersebut
dipertahankan terus, ketimpangan tetap akan terjadi, bahkan bisa lebih tajam
lagi. Untuk itulah para pakar ekonomi menegaskan bahwa untuk memperbaiki
keadaan ini, tidak ada jalan lain kecuali mengubah paradigma dan visi, yaitu
melakukan satu titik balik peradaban sebagaimana yang diteriakkan Fritjop
Chapra. Titik balik perdaban meniscayakan dilakukannya pembangunan dan pengembangan sistem ekonomi
yang memiliki nilai dan norma yang bisa dipertanggungjawabkan.
Kemiskinan dan Pengangguran
Selain data World Bank di
atas, fakta di Asia Timur pada tahun
1990, juga menunjukkan keadaan ekonomi yang tragis. Hampir 170 juta anak
laki-laki dan perempuan putus sekolah pada tingkat sekolah menengah. Di Asia Tenggara dan
Pasifik lebih sepertiga anak-anak berusia
di bawah lima tahun mengalami kekurangan nutrisi. Hampir satu juta
anak-anak di Asia Timur mati sebelum berumur lima tahun. Memang bisa saja
dikemukakan argumen bahwa seiring dengan
perjalanan waktu dan semakin meningkatnya pertumbuhan, kekurangan-kekurangan
itu akan bisa dihilangkan. Akan tetapi hal demikian nampaknya lamunan belaka,
sebab kalau memang demikian, maka
negara-negara industri pasti akan
terbebas dari masalah-masalah seperti itu. Pada kenyataannya dewasa ini lebih
dari 100 juta orang di negara-negara industri hidup di bawah garis kemiskinan
dan lebih dari lima juta orang menjadi tunawisma.
Analisis yang sama dikemukakan
oleh Chapra dalam buku “Islam and The Economic Challenge” (1992).
Menurutnya, peristiwa depresi hebat telah memperlihatkan secara jelas kelemahan
logika Hukum Say dan konsep laissez faire. Ini dibuktikan oleh ekonomi
pasar yang hampir tidak mampu secara konstan menggapai tingkat full
employment dan kemakmuran.
Ironisnya, di balik kemajuan ilmu ekonomi yang begitu pesat, penuh inovasi,
dilengkapi dengan metodologi yang
semakin tajam, model-model matematika dan ekonometri yang semakin luas untuk
melakukan evaluasi dan prediksi, ternyata ilmu ekonomi tetap memiliki
keterbatasan untuk mengambarkan, menganalisa maupun memproyeksikan
kecenderungan tingkah laku ekonomi dalam perspektif waktu jangka pendek.
Dengan
kata lain, ilmu ekonomi, bekerja dengan asumsi-asumsi ceteris paribus. Dalam konteks ini,
Keynes pernah mengatakan, “Kita terkungkung dan kehabisan energi dalam
perangkap teori dan implementasi ilmu ekonomi kapitalis yang ternyata tetap
saja mandul untuk melakukan terobosan mendasar guna mencapai kesejahteraan dan kualitas hidup umat manusia di muka bumi ini”.
Kesimpulannya,
konsep dan kebijakan ekonomi yang berdasarkan kapitalisme terbukti telah gagal
mewujudkan perekonomian yang berkeadilan. Akibat berpegang pada faham tersebut terjadilah ketidakseimbangan
makroekonomi dan instabilitas nasional.
Gagalnya kapitalisme
Dengan
melihat realita di atas, jelas ada ”something wrong” dalam konsep-konsep
yang selama ini diterapkan di berbagai negara, termasuk Indonesia, karena
kelihatan masih jauh dari yang diharapkan. Konsep-konsep tersebut terlihat
tidak memiliki konstribusi yang cukup
signifikan, bahkan bagi negara-negara pencetus konsep tersebut. Ini terbukti
dari ketidakmampuan direalisasikannya
sasaran-sasaran yang diinginkan seperti pemenuhan kebutuhan dasar,
kesempatan kerja penuh (full employment) dan distribusi pendapatan dan
kekayaan merata.
Konsep-konsep tersebut juga dianggap gagal,
karena menyuburkan budaya eksploitasi manusia atas manusia lainnya, kerusakan
lingkungan serta melupakan tujuan-tujuan moral dan etis manusia. Singkatnya,
konsep yang ditawarkan Barat, bukanlah
pilihan tepat apalagi dijadikan prototype bagi negara-negara yang sedang
berkembang. Namun demikian kita tak boleh menafikan bahwa pengalaman dari
ekonomi pembangunan yang telah berkembang itu
banyak yang bermanfaat dan penting
bagi kita dalam membangun, meskipun relevansinya sangat terbatas.
Sistem kapitalis maupun sosialis
jelas tidak sesuai dengan sistem nilai Islam. Keduanya bersifat eksploitatif
dan tidak adil serta memperlakukan manusia bukan sebagai manusia. Kedua sistem
itu juga tidak mampu menjawab tantangan ekonomi, politik, sosial dan moral di
zaman sekarang. Hal ini bukan saja dikarenakan ada perbedaan ideologis, sikap
moral dan kerangka sosial politik, tetapi juga karena alasan-alasan yang lebih
bersifat ekonomis duniawi, perbedaan sumberdaya, stuasi ekonomi internasional
yang berubah, tingkat ekonomi masing-masing dan biaya sosial ekonomi
pembangunan.
Teori pembangunan seperti yang
dikembangkan di Barat, banyak dipengaruhi oleh karakteristik unik dan spesifik,
juga dipengaruhi oleh nilai dan infra
struktur sosial politik ekonomi Barat. Teori demikian jelas tidak dapat diterapkan persis di
negara-negara Islam. Terlebih lagi, sebagian teori pembangunan Barat lahir dari
teori Kapitalis. Karena kelemahan mendasar inilah, maka teori tersebut tidak
mampu menyelesaikan persoalan pembangunan di berbagai negara berkembang.
Ketika sistem ekonomi kapitalisme mengalami
kegagalan maka peluang ekonomi syariah makin terbuka luas untuk menjadi solusi
kerusakan ekonomi dunia. Diharapkan para ilmuwan dan praktisi ekonomi Islam
saat ini dapat memanfaatkan peluang
besar yang sangat strategis itu dengan jihad iqtishadi dan ijtihad yang
lebih kreatif dan inovatif dalam koridor syari’ah ilahiyah.
0 komentar:
Post a Comment
Udah baca artikel nya? Gimana pendapat kalian? Ayo comment selama masih gratis haha. Jangan jadi silent reader bro
Click to see the code!