Thursday, December 05, 2013
0
Dari sejak dulu terdapat pertentangan pendapat dalam agama antara kaum Ismail (keturunan Nabi Ismail) dan kaum Israel (keturunan Nabi Ishaq) mengenai hak berdasarkan kelahiran dan perjanjian Tuhan dengan Nabi Ibrahim. Para pembaca Injil dan Al Qur'an sudah mafhum dengan ceritera tentang Nabi besar Ibrahim dan kedua anak laki-lakinya Ismail dan Ishaq. Ceritera tentang seruan Nabi Ibrahim dari Ur di Kaldea, dan ceritera tentang keturunannya hingga meninggalnya cucunya Jusuf di Mesir, tertulis dalam buku Genesis (pasal xi.-1). Dalam garis keturunannya seperti tertulis dalam Genesis, Ibrahim adalah yang keduapuluh dari Nabi Adam, dan satu zaman dengan raja Nimrod yang membangun Menara Babilon. 
Walaupun tidak tertulis dalam Injil, ceritera awal tentang Nabi Ibrahim di Ur dari Kaldea dicatat oleh pakar sejarah Yahudi Joseph Flavius dalam "Antiquities" dan juga dibenarkan oleh Al Qur'an. Tetapi Injil dengan jelas menceriterakan kepada kita bahwa ayah Nabi Ibrahim yang bernama Terah adalah seorang penyembah berhala (Jos. xxiv. 2, 14). Ibrahim menunjukkan cinta dan gairahnya terhadap Tuhan ketika memasuki kuil dan memusnahkan semua berhala dan gambar-gambar yang ada di dalamnya, dan beliau adalah prototipe sejati dari keturunannya yang terkenal Nabi Muhammad saw. Ibrahim keluar tanpa luka dan dengan gemilang dari nyala api di mana beliau dilemparkan atas perintah Nimrod. Beliau meninggalkan tanah kelahirannya menuju ke Haran bersama ayah dan kemenakannya Nabi Lot. Beliau berumur tujuh puluh lima tahun ketika ayahnya meninggal di Haran. Dalam kepatuhan dan penyerahan diri mutlak kepada seruan suci, beliau meninggalkan negerinya dan memulai perjalanannya yang panjang dan beragam ke tanah Kanaan, ke Mesir dan Arabia. Isterinya Sarah mandul; namun Tuhan menyatakan kepadanya bahwa beliau ditakdirkan menjadi ayah dari banyak bangsa, bahwa semua wilayah yang akan beliau jelajahi akan diwariskan kepada keturunannya, dan bahwa,"melalui benihnya seluruh bangsa di bumi akan diberkati"!Janji yang indah dan unik dalam sejarah agama ini dihadapi dengan keyakinan yang tak tergoyahkan oleh Ibrahim yang tidak punya anak cucu, tidak punya anak laki-laki (pada saat itu - Pent.). Pada saat beliau dibimbing keluar melihat ke langit pada malam hari dan diberitahu Allah bahwa keturunannya akan sebanyak bintang di langit, dan tak terhitung seperti halnya pasir yang di pantai laut, Ibrahim mempercayainya. Dan keyakinan kepada Tuhan inilah yang "dianggap sebagai istiqomah (lurus)" seperti tertulis dalam Kitab-Kitab Suci.

Seorang gadis Mesir miskin yang berbudi bernama Hagar adalah budak dan pembantu wanita Sarah. Atas tawaran dan izin dari tuannya (Sarah) pembantu wanita itu dikawini oleh Nabi Ibrahim, dan dari perkawinan itu lahirlah Ismail, seperti telah diberitahukan oleh Malaikat. Ketika Ismail berumur tiga belas tahun, Allah mengutus malaikatNya lagi dengan membawa wahju bagi Ibrahim.; janji yang sama diulangi lagi kepada Ibrahim; ritual khitan secara resmi dilembagakan dan segera dijalankan. Ibrahim yang berumur sembilan puluh tahun, Ismail, dan semua pembantu laki-laki mereka dikhitan; dan "Perjanjian" antara Tuhan dan Ibrahim dengan anak laki-laki satu-satunya dibuat dan ditutup, seolah-olah dilakukan dengan darah khitan. Itu adalah semacam perjanjian yang dibuat antara Langit dan Tanah Yang Dijanjikan dalam pribadi Ismail sebagai keturunan tunggal dari Bapak Bangsa yang tidak mempersekutukan Tuhan dengan apapun. Ibrahim berikrar setia dan patuh kepada Penciptanya, dan Tuhan berjanji untuk selamanya menjadi Pelindung dan Tuhan dari keturunan Ismail.

Kemudian, ketika Ibrahim berumur sembilan puluh sembilan tahun dan Sarah berumur sembilan puluh tahun, kita dapati bahwa dia juga mengandung seorang anak laki-laki yang mereka namakan Ishaq sesuai dengan janji Yang Maha Suci.

Karena tidak ada kronologi disebutkan dalam Genesis, kita diberitahu bahwa sesudah kelahiran Ishaq, Ismail dan ibunya ditolak dan diusir oleh Ibrahim dengan cara yang paling kejam, hanya karena Sarah menghendaki demikian. Ismail dan ibunya menghilang di padang pasir, sebuah mata air memancar keluar ketika anak muda ini pada titik kematian karena kehausan; beliau meminumnya dan terselamatkan. Tak ada berita apapun lagi tentang Ismail dalam Genesis kecuali bahwa beliau mengawini seorang wanita Mesir, dan ketika Ibrahim wafat beliau hadir bersama dengan Ishaq untuk menguburkan ayahnya yang wafat.

Dan selanjutnya Genesis menceriterakan tentang Ishaq dan dua orang anak laki-lakinya, dan perginya Yakub ke Mesir, dan berakhir dengan kematian Yusuf.

Peristiwa penting lainya dalam sejarah Ibrahim sebagaimana ditulis dalam Genesis (xxii,) adalah "putera tunggalnya" yang dijadikan korban bagi Tuhan, tetapi beliau digantikan dengan seekor kambing jantan yang diberikan oleh malaikat. Sebagaimana Al Qur'an menyebutkannya: "Sesungguhnya itulah cobaan yang nyata" bagi Ibrahim (Q. 37:106) namun cintanya kepada Tuhan melampaui segala kasih sayang lainnya, "Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai temanNya" (Al Qur'an)

Demikianlah ceritera singkat tentang Ibrahim dalam hubungannya dengan pokok pembicaraan kita "Hak berdasarkan kelahiran dan Perjanjian Allah dengan nabi Ibrahim".

Ada tiga hal yang menonjol yang setiap orang beriman yang sesungguhnya kepada Tuhan menerimanya sebagai kebenaran. Hal pertama ialah bahwa Ismail adalah anak sah dari Ibrahim, anaknya yang pertama lahir, dan karena itu tuntutannya terhadap hak berdasarkan kelahiran adalah adil sekali dan sah. Hal kedua ialah bahwa Perjanjian Allah dengan Nabi Ibrahim telah dibuat antara Tuhan dan Nabi Ibrahim serta juga anak laki-laki tunggalnya Ismail sebelum Ishaq dilahirkan. Perjanjian itu dan lembaga khitan tidaklah akan berharga atau berarti kecuali jika janji yang diulang-ulang dalam firman Tuhan: "Melalui dirimu seluruh bangsa di bumi akan diberkati," dan terutama ungkapan, Benih "yang akan keluar dari mangkok, dia akan mewarisimu" (Genesis xv.4). Janji ini terpenuhi ketika Ismail dilahirkan (Genesis xvi.), dan Ibrahim merasa senang bahwa kepala pembantunya Eliezer tidak lagi akan menjadi pewarisnya. Konsekuensinya ialah kita harus mengakui bahwa Ismail adalah pewaris yang sesungguhnya dan sah atas keluhuran spiritual dan hak istimewa Nabi Ibrahim. Perogatif bahwa "melalui Ibrahim seluruh generasi di bumi akan diberkati," begitu sering diulang meskipun dalam bentuk yang berbeda, adalah warisan berdasarkan pada hak kelahiran, dan warisan bagi Ismail. Warisan yang Ismail berhak berdasarkan hak kelahirannya bukan tenda di mana Ibrahim tinggal atau unta tertentu yang biasa dia naiki, tetapi untuk menaklukkan dan menduduki selamanya semua wilayah yang membentang dari sungai Nil ke sungai Efrat yang didiami oleh kira-kira sepuluh bangsa yang berbeda (xvii, 18-21). Tanah itu tidak pernah ditundukkan oleh keturunan Ishaq, tetapi oleh keturunan Ismail. Ini ialah pemenuhan secara nyata dan harfiah terhadap satu dari kondisi-kondisi yang ada dalam Perjanjian.

Hal ketiga adalah bahwa Ishaq juga dilahirkan secara ajaib dan diberkati khusus oleh Yang Maha Kuasa, bahwa untuk kaumnya dijanjikan tanah Kanaan dan dengan sebenarnya telah diduduki mereka di bawah Josua. Tiada seorang Muslim pernah berpikir untuk mengurangi arti kedudukan suci dan kenabian Ishaq dan puteranya Yakub, karena meremehkan atau merendahkan seorang Nabi adalah tidak agamawi. Bila kita bandingkan Ismail dan Ishaq, tidak bisa lain kita harus mengagumi dan menghormati mereka berdua sebagai Utusan suci Tuhan. Sesungguhnya, orang Israel dengan Hukum dan Kitab-Kitab Sucinya, memiliki sejarah keagamaan yang unik dalam Dunia Lama. Sebenarnyalah mereka manusia yang dipilih oleh Tuhan. Meskipun orang Israel telah sering membangkang terhadap Tuhan, dan jatuh ke penyembahan berhala, namun mereka telah memberikan banyak nabi kepada dunia dan orang-orang lurus laki-laki maupun perempuan.

Sejauh ini tidak dapat ada kontroversi yang sesungguhnya antara keturunan Ismail dan orang-orang Israel. Karena jika dengan "keberkatan" dan "hak berdasarkan kelahiran" itu dimaksudkan hanya beberapa milik material dan kekuasaan, maka pertentangan itu akan telah terselesaikan seperti hal itu telah diselesaikan melalui pedang dan kenyataan yang sudah mapan yaitu pendudukan Tanah Yang Dijanjikan oleh orang Arab. Agaknya ada masalah pertentangan yang mendasar antara dua bangsa yang sekarang keberadaannya hampir empat ribu tahun; dan hal itu ialah masalah Mesiah dan Nabi Muhammad. Bagi orang Yahudi tidak ada pemenuhan ramalan mesiah pada diri Nabi Isa ataupun pada diri Nabi Muhammad. Orang-orang Yahudi telah selalu iri hati terhadap Ismail, karena mereka tahu dengan baik bahwa dengan Ismaillah Perjanjian itu telah dibuat dan dengan dikhitannya Ismail Perjanjian itu telah disempurnakan dan ditutup, dan dari rasa permusuhannyalah bahwa para penulis atau para doktor hukum mereka telah mengkorupsi dan menyisipkan banyak bab-bab dalam Kitab Suci mereka. Menghapus nama "Ismail" dari ayat kedua, keenam, dan ketujuh dari pasal Genesis xxii dan menyisipkan nama "Ishaq" sebagai gantinya, serta membiarkan sebutan "anak tunggalmu" yang berarti mengingkari keberadaan Ismail dan melanggar Perjanjian antara Tuhan dan Ismail. Hal itu secara jelas dinyatakan oleh Tuhan: "Karena engkau telah mengorbankan anak laki-laki tunggalmu, Aku akan menambah dan menggandakan keturunanmu seperti banyaknya bintang dan pasir di pantai," yang kata "menggandakan" juga dipakai oleh malaikat kepada Hagar di padang pasir: Aku akan menggandakan keturunanmu menjadi tak terhitung, dan bahwa Ismail akan menjadi "orang yang banyak keturunan" (Genesis xv.12). Kini orang Kristen telah menterjemahkan kata yang sama dari bahasa Ibrani, yang juga berarti "subur" atau "banyak" dari kata kerja para - yang sama dengan kata dalam bahasa Arab wefera - dalam versi mereka menjadi "keledai yang jalang"! Tidakkah ini memalukan dan tidak religius menyebut Ismail dengan "keledai binal" yang Tuhan sendiri menyebutnya sebagai subur atau banyak? Sangat jelas bahwa Kristus sendiri seperti ditulis dalam Injil Barnabas telah tidak menyetujui orang-orang Yahudi yang berkata bahwa Utusan Agung yang mereka sebut "almasih" akan datang dari garis keturunan Raja Daud, mengatakan kepada orang-orang Yahudi itu bahwa dia tidak mungkin anak keturunan dari Raja Daud, karena Daud sendiri menyebutnya "Tuannya" dan kemudian menerangkan lebih lanjut bagaimana nenek moyang mereka telah merubah Kitab_Kitab Suci , dan bahwa Perjanjian itu telah dibuat bukan dengan Ishaq, tetapi dengan Ismail yang diambil untuk dikorbankan kepada Tuhan, dan bahwa Ismail yang dimaksudkan dalam ungkapan sebagai "anak laki-laki tunggalmu" dan bukan Ishaq. Paul yang mengaku diri pengikut Jesus Kristus mempergunakan beberapa kata yang tidak pantas mengenai Hagar (Galatia vi, 21-23 dan di beberapa ayat lainnya) dan Ismail dan terang-terangan bertentangan dengan tuannya (Jesus). Orang ini dengan segala caranya yang dapat dia lakukan berusaha untuk menyimpangkan dan menyesatkan orang-orang Kristen yang sebelumnya biasa dia aniaya sebelum dia berpindah agama ke Kristen; dan saya meragukan sekali bahwa Jesusnya Paul adalah Jesus putera Maryam yang menurut tradisi Kristen digantung pada sebuah pohon kira-kira satu abad sebelum Kristus, karena kepalsuan almasihnya. Pada kenyataannya Paul sipengikut sebagaimana dia di hadapan kita adalah penuh dengan doktrin yang bertentangan baik dengan semangat dari Perjanjian Lama maupun dengan ajaran Nabi yang sederhana Jesus dari Nazareth. Paul adalah seorang Pharisee yang bias dan seorang ahli hukum. Sesudah dia berpindah agama ke Kristen tampaknya dia menjadi lebih fanatik daripada sebelumnya. Kebenciannya terhadap Ismail dan claimnya atas hak berdasarkan kelahiran membuat Paul lupa atau mengabaikan Hukum Musa yang melarang seseorang untuk menikahi saudara perempuannya sendiri di bawah ancaman siksa hukuman utama. Kalau Paul mendapat inspirasi dari Tuhan, maka dia akan menyanggah kitab Genesis sebagai penuh dengan kepalsuan ketika Genesis mengatakan sebanyak 2 kali (Genesis xii. 10-20 dan xx. 2-18) bahwa Ibrahim adalah suami dari saudara perempuannya sendiri, atau bahwa dia akan menyatakan bahwa Nabi adalah seorang pendusta! (Tuhan melarang). Namun Paul mempercayai kata-kata Kitab itu, dan kesadarannya tidak menyiksanya sedikitpun ketika dia melukiskan Hagar sebagai padang pasir Sinai yang tandus dan menggambarkan Sarah sebagai Jeruzalem di langit! (Galatia iv. 25-26). Pernahkah Paul membaca anatema dari Torah:

"Terkutuklah barang siapa yang tidur dengan saudara perempuannya, puteri ayahnya, atau puteri ibunya. Dan semua orang berkata: Amin"? (Deuteronomy xxvii. 22).

Adakah hukum manusia atau hukum suci yang akan menganggap lebih sah seseorang yang adalah anak laki-laki pamannya dan bibinya sendiri daripada dia yang ayahnya seorang dari Kaldea dan ibunya dari Mesir? Adakah sesuatu yang akan anda katakan yang bertentangan dengan Hagar yang lurus dan religius? tentu saja tidak, karena dia adalah isteri Nabi dan ibu dari seorang Nabi, dan dia sendiri mendapat kehormatan menerima wahju Illahi.

Tuhan yang telah membuat perjanjian dengan Ismail telah pula memberikan aturan tentang hukum kewarisan, yaitu: Bila seorang laki-laki memiliki dua orang isteri, yang seorang dicintainya dan yang lain diabaikan, dan masing-masing mempunyai seorang anak laki-laki, dan bila anak laki-laki dari isteri yang diabaikan itu yang pertama lahir, maka anak laki-laki itu, dan bukan anak laki-laki dari isteri yang dicintai, yang berhak menyandang hak berdasarkan kelahiran. Dengan sendirinya yang pertama lahir akan mewarisi dua kali dari saudara laki-lakinya (Deuteronomy xxi. 15-17). Tidakkah hukum ini cukup jelas untuk membungkam semua mereka yang mempermasalahkan tuntutan yang adil dari Ismail mengenai hak berdasarkan kelahiran?

Sekarang marilah kita bicarakan masalah hak berdasarkan kelahiran ini sesingkat yang dapat kita lakukan. Kita mengetahui bahwa Ibrahim adalah seorang kepala nomad dan juga seorang Nabi Tuhan, dan beliau biasa hidup di dalam sebuah tenda dan memiliki sejumlah besar ternak dan kekayaan yang banyak. Orang-orang nomad ini tidak mewarisi tanah dan daerah gembalaan, tetapi pangeran itu menentukan untuk masing-masing anak laki-lakinya beberapa klan atau suku bangsa tertentu sebagai kawulanya dan warganya. Aturannya ialah yang termuda mewarisi perapian dari tenda orang tuanya, sementara yang lebih tua , kecuali bila tidak pantas, menggantikannya di kursi kepemimpinan. Jenghiz Khan penakluk agung dari Mongol digantikan oleh Oghtai, anak laki-lakinya yang tertua, yang memerintah di Pekin sebagai Khaqan, tetapi anak laki-lakinya yang termuda tetap tinggal bersama perapian ayahnya di Qaraqorum di Mongolia. Hal yang sama terjadi pada dua anak laki-laki Ibrahim pula. Ishaq, yang termuda di antara keduanya, mewarisi tenda ayahnya dan menjadi seperti ayahnya, seorang nomad yang hidup di tenda-tenda. Namun Ismail dikirim ke Hijaz untuk menjaga Rumah Tuhan yang bersama dengan Ibrahim telah dibangunnya sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an. Di sinilah beliau menetap, menjadi Nabi dan pangeran di antara suku-suku bangsa Arab yang mempercayainya. Di Mekka atau Bekka itulah Ka'aba menjadi pusat dari ibadah yang disebut haji. Ismail itulah yang telah membangun agama yang sebenarnya berTuhan Satu dan telah pula melembagakan khitan.

Keturunannya segera bertambah dan berlipat ganda sebanyak bintang di langit. Dari sejak saat awal Nabi Ismail hingga kebangkitan Nabi Muhammad, orang-orang Arab dari Hijaz, Yemen dan lain-lainnya adalah orang-orang merdeka dan tuan di negerinya sendiri. Kerajaan Roma dan Persia tidak berdaya untuk menaklukkan bangsa Ismail. Meskipun kemudian penyembahan berhala diperkenalkan, namun nama Allah, Ibrahim, Ismail dan beberapa nama Nabi lainnya tidaklah mereka lupakan. Bahkan Esau, anak tertua Ishaq, meninggalkan perapian ayahnya karena saudara laki-lakinya Yakub dan menetap di Edom, di mana dia menjadi ketua dari orang-orangnya dan segera bercampur baur dengan orang-orang Arab Ismail yang adalah baik sebagai pamannya maupun mertuanya. Ceritera tentang Esau menjual hak berdasarkan kelahirannya kepada Yakub untuk ditukar dengan sepiring pottage adalah tipu daya yang dicantumkan untuk membenarkan perlakuan buruk terhadap Ismail. Dituduhkan bahwa "Tuhan membenci Esau dan mencintai Yakub ketika kembar dua ini masih dalam kandungan ibunya; dan bahwa "saudara yang lebih tua akan melayani adiknya" (Genesis xxv. Romawi ix.12-13). Namun aneh untuk mengatakannya, tulisan lain mungkin dari sumber lain, menunjukkan bahwa masalah itu justru adalah kebalikan dari ramalan itu. Karena dalam pasal 33 Genesis jelas mengakui bahwa Yakub melayani Esau, di hadapannya Yakub sujud tujuh kali dan mengatakan: "Tuanku" dan menyatakan dirinya sebagai "budakmu".

Dicatat juga dalam Injil bahwa Ibrahim mempunyai beberapa anak laki-laki lainnya dari Keturah dan selir-selir, kepada siapa beliau memberikan hadiah atau pemberian dan mengirimkannya ke Timur. Semua ini menjadi suku bangsa yang besar dan kuat. Dua belas anak laki-laki Ismail disebutkan namanya dan di gambarkan masing-masing menjadi pangeran dengan kota dan kelompoknya atau tentaranya sendiri-sendiri (Genesis xxv.). Demikian pula anak-anak Keturah, dan lain-lainnya, dan begitu juga keturunan Esau disebutkan nama-namanya.

Bila kita perhatikan jumlah keluarga Yakub ketika dia pergi ke Mesir yang hampir tidak melebihi tujuh puluh orang, dan ketika dia disambut oleh Esau dengan kawalan sebanyak empat ratus pasukan berkuda yang bersenjata, dan suku-suku bangsa Arab yang kuat di bawah dua belas Amir dari keluarga Ismail, dan ketika Utusan Allah yang terakhir memproklamirkan agama Islam, semua suku bangsa Arab secara serempak menyambutnya dan menerima agamaNya dan menyerahkan seluruh tanah yang dijanjikan kepada keturunan Nabi Ibrahim, pastilah kita buta bila tidak melihat bahwa Perjanjian itu telah dibuat dengan Ismail dan janji itu telah terpenuhi dalam diri pribadi Nabi Muhammad saw.

Sebelum mengakhiri artikel ini saya ingin meminta perhatian dari para siswa Injil, terutama mereka dari "HigherBiblical Criticism" mengenai kenyataan bahwa apa yang disebut sebagai Ramalan dan Pasal-Pasal tentang Al Masih termasuk dalam suatu propaganda yang menguntungkan Dinasti David sesudah kematian raja Suleiman ketika kerajaannya terbagi menjadi dua. Kedua Nabi besar Ilyas dan Elisha yang berkembang dengan baik (ajarannya) di kerajaan Samaria atau Israel bahkan tidak menyebut nama Daud atau Suleiman. Jeruzalem sudah bukan lagi pusat agama untuk sepuluh suku bangsa dan tuntutan Daud untuk berkuasa terus ditolak.

Namun nabi Yesaya dan lain-lainnya yang terikat dengan Kuil di Jeruzalem dan Rumah Daud telah meramal kedatangan Nabi Besar dan berdaulat.
apa yang anda pikirkan tentang artikel di atas ?

0 komentar:

Post a Comment

Udah baca artikel nya? Gimana pendapat kalian? Ayo comment selama masih gratis haha. Jangan jadi silent reader bro :)